Jumat, 06 Juli 2012

Review Game Assassin’s Creed Revelations

0 komentar


When I was a young man, I had liberty, but I did not see it. I had time, but I did not know it. And I had love, but I did not feel it.
– Ezio Auditore da Firenze
Perjalanan Ezio yang cukup panjang akhirnya telah menemukan sebuah kesimpulan ketika ia berpetualang dari satu kota ke kota lain demi mencari makna kehidupan dan kebijaksanaan. Sekali lagi, gamer akan dihadapkan pada petualangan menegangkan dari Ezio sang legenda Assassin. Petualangannya tidak lebih mudah daripada sebelumnya, kini gamer akan dihadapkan pada aksi-aksi yang lebih spektakuler oleh Ubisoft sebagai pengembang sekaligus penerbit Assassin’s Creed Revelations — sekuel dari Assassin’s Creed Brotherhood.


Masih menapaki jejak takdir yang saling terhubung antara Demond Miles, Altaïr Ibn-La’Ahad serta Ezio Auditore da Firenze. Setelah apa yang terjadi pada Desmond dalam Assassin’s Creed: Brotherhood (ACB), kini Desmond harus terjebak dalam Animus Island, sebuah pulau yang berada di antah berantah. Dunia digital, saya pikir. Di sini ia akan bertemu dengan (konon katanya) ‘Subject 16′ yang juga terjebak dalam Animus.
Melalui sebuah gerbang yang besar, Desmond mulai kembali melihat masa lalu nenek moyangnya, Ezio. Ezio pergi dari Itali untuk mencari benda-benda keramat peninggalan Altaïr. Benda ini akan menuntunnya pada sebuah istilah yang disebut ‘The Truth.’ Ya, ini merupakan pengungkapan masa lalu Altaïr, seperti judul game ini. Di Konstantinopel, Ezio akan berjibaku dengan pemimpin di kala itu, Sultan Ottoman.
Revelations menawarkan berbagai jenis gameplay yang baru buat pemainnya. Contohnya saja, Ezio kini memiliki hookblade yang bisa ia gunakan untuk mengkait di tali, bangunan ataupun merobohkan para Templar. Jadi, Ezio tidak perlu bersusah payah untuk lompat sejauh mungkin untuk meraih bangunan di seberang — cukup lompat dan kaitkan hookblade tersebut. Selain itu masih ada permainan strategi mengambil alih Den alias ‘sarang’ Assassin dari para Templar. Permainan tidak terlalu sederhana, sehingga terkesan agak rumit bagi yang baru pertama kali mencoba. Pemain diwajibkan menempatkan seorang kapten di salah satu bangunan, lalu setelahnya menempatkan Assassin lain di sekitar gedung tersebut. Ada berbagai macam Assassin; ada crossbowman, rifleman, air assassin, bruiser sampai bomber. Gameplay cukup menyenangkan, tapi terkadang cukup sulit untuk dimenangkan jika pemain salah bertindak atau terlambat.
Selain itu, juga terdapat misi-misi yang menghadapkan pemain untuk mengendalikan Altaïr dari masa muda hingga masa tuanya. Altaïr tua tidak bisa banyak bergerak, ia berjalan lambat dan sesekali nafasnya tersengal. Tapi, jiwa ksatrianya yang menjunjung tinggi persaudaraan para Assassin serta demi melindungi tanah kelahirannya itu tetap bersemayam di dalam dirinya. Sama seperti Ezio yang memiliki tekad serta tegas dan bijaksana dalam setiap tindakannya membuatnya dijadikan sebagai pemimpin kesatuan Assassin.
Tidak dapat disangkal lagi kalau Ubisoft memang sudah jagonya mendesain setiap detil lingkungan dalam tiap-tiap seri Assassin’s Creed. Begitu juga dengan Revelations, Konstantinopel abad 16 tampil mengesankan dengan segala pernak-perniknya. Bahkan pada jaman itu Konstantinopel disebut-sebut sebagai salah satu kota metropolitan abad 16. Dan masih sama seperti game pendahulunya, Ezio akan dibekali kemampuan memanjat, berjalan di tengah keramaian, maupun bertarung dengan para Templar.
Secara keseluruhan, Assassin’s Creed: Revelations berhasil tampil baik dengan segala hal yang cukup membosankan, semisal gameplay yang kurang fokus dengan plot utama serta beberapa kecacatan lain yang tidak signifikan. Meski begitu, semua hal tersebut berhasil ditutup dengan gameplay-nya yang variatif dan menarik. Yang jelas, Revelations bukanlah sebuah mahakarya dari Ubisoft yang telah berjuang selama ini untuk menghadirkan yang terbaik buat pemain di seluruh dunia. Yah, anggap saja Revelations hanya sebagai bab tambahan sekaligus bab terakhir dalam lika-liku kehidupan Ezio dalam menapaki jejak Assassin selama 30 tahun hidupnya.

Leave a Reply